“Warna, Jingga mau pulang.” Anak kecil itu terus menangis sambil menarik lengan baju teman laki-lakinya, sedangkan hujan semakin deras mengguyur bumi.
“Kenapa harus berhenti, Jingga? warna suka hujan.” balas temannya sambil menikmati hujan. Anak kecil bernama Warna itu sibuk menikmati hujan yang jarang sekali turun di kotanya. Dia terus saja bermain hingga lupa dengan Jingga yang sudah pucat pasi sambil memeluk lututnya.
Jingga menangis sekeras-kerasnya.
“Jingga mau pulang, Warna.” ucapnya terus menerus. Tapi Warna tidak mendengarkan.
“Jingga benci Warna.”tiba-tiba Jingga berdiri dan menatap tajam Warna yang sedang asyik bermain hujan. Sekarang warna mulai menyadari perubahan ekspresi Jingga.
“Kamu kenapa Jingga? Kamu gak suka hujan?” tanya Warna sambil memegang pundak Jingga.
Sebelum menjawab pertanyaan Warna, Jingga tiba-tiba pingsan.
***
“Wah, kamu lucu banget tahu waktu kecil. Mau sampe kapan kamu takut sama hujan? kita sudah SMA lho, Jingga.” Warna tetap tertawa hingga Jingga mencubit lengan Warna.
Sekarang mereka sedang bersantai di tepi danau. Meski hari sudah mulai sore mereka tetap tidak beranjak untuk pulang.
“Pokoknya aku gak suka hujan. Hujan itu dingin, nakutin, dan orang tuaku….” sebelum Jingga meneruskan kata-katanya, Warna memeluk Jingga terlebih dahulu. Memeluknya dengan penuh kasih sayang.
“Sudah. Orang tua kamu meninggal itu karena takdir tuhan. Tidak ada sangkut pautnya dengan hujan. Hanya karena mereka kecelakaan saat hujan turun kamu jadi membenci hujan? kenyataannya, bukan hujan yang salah Jingga. Hujan itu indah dan kamu harus tahu.” setelah Warna berkata seperti itu, tiba-tiba langit menampakkan warna kelabunya. Pertanda sebentar lagi akan turun hujan.
“Wa, mau turun hujan tuh. pulang yuk.”ajak Jingga. Namun Warna tetap diam. Membuat Jingga semakin kesal hingga rintik hujan sudah mulai membasahi bumi.
“Jingga” ucap warna menatap jingga, lalu mengajaknya melihat danau lebih dekat.
“Wa, mau kemana ini hujan Wa. aku takut” tapi Warna hanya tersenyum.
“Kalau kamu merasa takut, aku ada disini. Disamping kamu” ucap warna tenang sambil memeluk Jingga.
”kamu aman sama aku. Cobalah untuk berani dengan hujan" lanjutnya sambil melepaskan pelukannya pada Jingga.
“Sekarang nikmati hujan ini dan rasakan ini adalah pesan rindu dari semua orang yang mencintaimu”
Awalnya jingga takut. Dia terus saja memejamkan matanya hingga perlahan dia mulai merasa nyaman. Dilihatnya danau yang kini sudah di hiasi oleh rintik air hujan.
“Wah, indah sekali ya, Wa?” Warna tersenyum lalu merangkul pundak Jingga. Kini hujan sudah mulai menghentikan tetesannya.
“Jingga,sekarang kamu harus tahu alasan kenapa aku suka hujan.karena semuanya berhubungan dengan namaku. Setelah hujan akan ada pelangi yang di hiasi oleh berbagai macam warna. Sekarang kamu bisa melihatnya disana” Warna menunjuk penghujung danau. Disana pelangi terlihat sangat jelas. Jingga tersenyum.
“Dan sore ini juga berhubungan dengan nama Jingga. Senja di sore ini berwarna jingga” ucap Jingga bahagia ingin memeluk Warna. Namun tertahan setelah melihat darah yang mengalir di hidung Warna.
“Wa,kamu kenapa?” Jingga mulai khawatir.
Diusapnya darah yang terus mengalir dari hidung Warna. Darah itu terus mengalir semakin deras. Membuat warna terjatuh namun tetap berusaha untuk tegar.
“Ah, ini mungkin efek dari aku jatuh. Kemarin aku jatuh lho Jingga, tapi aku gak ngasih tau kamu” ucapnya sambil pura-pura tersenyum.
Jingga menggeleng.
“Bohong,ini darahnya banyak banget loh wa, yuk kita ke dokter” Jingga membantu Warna untuk berdiri, Namun Warna malah menggenggam tangan Jingga erat sekali. Dingin. Tangan Warna dingin. Itu yang di rasakan Jingga.
“Maafin aku Jingga, sebenarnya aku mengidap penyakit kanker darah sejak aku kecil.dan sekarang sudah stadium empat. Aku hebat ya, masih bisa bertahan sampai sebesar ini. Kamu tahu, Jingga? Aku belajar kehidupan ini dari kamu. Senyum kamu buat aku tegar.kamu bukan lagi sahabat buat aku, tapi kamu adalah warna dalam hidup aku"
"Jingga dengarkan Warna baik-baik, ya. Jika warna tak ada lagi untuk Jingga. Rasakan bahwa air hujan adalah Warna” pesan warna sebelum benar-benar meninggalkan Jingga untuk selamanya.
Warna menutup mata di pangkuan Jingga.
***
2 tahun kemudian
Wanita itu menutup buku hariannya. Sekarang langkahnya menuju jedela, di luar sana sedang hujan, dan dia suka.karena wanita itu merasa hujan adalah pesan rindu darinya.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar